Cinta Yang Tertunda

Di sebuah kota yang sibuk, di tengah hiruk pikuk kehidupan, terdapat dua orang yang tidak pernah membayangkan bahwa mereka akan bertemu. Tejo adalah seorang pria yang hidup dengan penuh semangat. Ia bekerja sebagai seorang desainer grafis di sebuah perusahaan besar dan dikenal oleh banyak orang karena sikapnya yang ceria dan mudah bergaul. Sementara Riska, seorang wanita yang lebih pendiam, bekerja sebagai guru di sekolah dasar. Meski kepribadiannya sangat berbeda, keduanya akan dipertemukan dalam sebuah pertemuan yang tak terduga.

Suatu hari, Tejo mendapat tugas dari perusahaan untuk membuat desain untuk acara besar yang akan diadakan di kota. Acara tersebut melibatkan berbagai pihak, termasuk sekolah-sekolah di sekitar kota, dan Riska kebetulan diminta untuk membantu mengorganisir acara tersebut. Meskipun mereka belum pernah bertemu, keduanya akhirnya bertatap muka saat sebuah rapat persiapan di kantor.

Tejo duduk di pojok ruangan, menatap layar laptopnya, sementara Riska memasuki ruangan dengan langkah tenang. Saat pertama kali Riska menatap Tejo, ia merasa ada yang aneh. Tejo tampak sangat ceria, namun ada sesuatu dalam tatapan matanya yang membuat Riska merasa ada sisi lain dari dirinya yang tersembunyi. Riska, yang biasanya lebih tertutup, merasa canggung saat harus berinteraksi dengan orang-orang baru, tetapi kali ini, Tejo memberi kesan yang berbeda.

"Hi, aku Tejo," kata Tejo, menyapa Riska dengan senyum lebar.

Riska terkejut karena ia tidak menduga Tejo akan langsung menyapanya. "Oh, hai. Aku Riska," jawabnya, sedikit gugup.

Mereka berdua kemudian mulai berdiskusi tentang acara tersebut, dan meskipun ada banyak orang dalam rapat itu, Tejo dan Riska merasa terhubung. Tejo dengan mudah mengajak Riska berbicara, membuatnya merasa lebih nyaman. Riska pun mulai merasa senang berada di dekat Tejo, meskipun ia mencoba untuk menahan perasaan itu.

Seiring berjalannya waktu, Tejo dan Riska sering bertemu dalam rapat persiapan acara. Setiap pertemuan, Tejo selalu berusaha untuk membuat Riska tertawa dengan candaan-candaannya yang ringan, sementara Riska mulai merasa ada ketenangan yang ia temui setiap kali berbicara dengan Tejo. Mereka mulai menghabiskan waktu lebih banyak bersama, saling berbagi cerita tentang pekerjaan dan kehidupan pribadi mereka.

Namun, meskipun keduanya semakin dekat, Riska merasa ragu untuk mengungkapkan perasaannya. Ia tahu Tejo adalah sosok yang mudah bergaul dan sangat disukai oleh banyak orang, sedangkan dirinya merasa terlalu biasa. Riska takut jika mengungkapkan perasaannya, hubungan mereka yang sudah terjalin dengan baik akan menjadi canggung.

Suatu malam, setelah acara besar selesai dengan sukses, Tejo mengajak Riska untuk merayakan pencapaian mereka. Mereka duduk di sebuah kafe kecil yang tenang, menikmati secangkir kopi hangat. Di tengah obrolan yang ringan, Tejo menatap Riska dengan tatapan serius yang tidak biasa.

"Riska, aku ingin bertanya sesuatu," kata Tejo, suaranya terdengar lebih serius dari biasanya.

Riska terkejut. "Apa itu?"

Tejo menarik nafas dalam-dalam, seakan mencari kata-kata yang tepat. "Kenapa kamu selalu terlihat menghindari pembicaraan tentang perasaanmu? Setiap kali aku coba membuatmu lebih terbuka, kamu selalu mengalihkan topik."

Riska terdiam. Ia tidak tahu harus bagaimana menjelaskan perasaannya. Hatinya berdebar, namun ia tidak ingin membuat situasi menjadi canggung. "Aku... aku hanya merasa kadang-kadang aku tidak pantas untuk berbicara tentang perasaan itu. Terlalu banyak ketakutan yang membuatku ragu."

Tejo tersenyum lembut. "Kamu tahu, Riska, hidup ini terlalu singkat untuk tidak mengungkapkan apa yang ada di hati. Kalau kamu terus menahan perasaanmu, kamu hanya akan menyesalinya di kemudian hari."

Riska menatapnya, merasa bingung antara ingin berkata jujur dan takut akan kehilangan persahabatan mereka. "Aku... aku hanya takut, Tejo. Takut kalau apa yang aku rasakan tidak dibalas."

Tejo mendekat, menatap Riska dengan penuh perhatian. "Kamu tidak perlu takut, Riska. Aku juga merasa hal yang sama. Aku sudah lama menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya, dan sekarang aku merasa ini saat yang tepat."

Riska menatapnya dengan tatapan terkejut. "Apa maksudmu?"

Tejo tersenyum, lalu dengan perlahan menggenggam tangan Riska. "Aku sudah jatuh cinta padamu, Riska. Sejak pertama kali kita bertemu, aku merasa ada sesuatu yang istimewa antara kita. Aku ingin lebih dari sekadar teman. Aku ingin kita menjadi sesuatu yang lebih."

Riska merasa jantungnya berdebar sangat cepat, tetapi di saat yang sama, hatinya terasa tenang. Ia tidak tahu harus berkata apa, karena perasaan yang selama ini ia sembunyikan akhirnya terungkap. Dengan suara yang sedikit bergetar, Riska menjawab, "Aku juga... merasa hal yang sama, Tejo."

Mereka berdua tersenyum, dan untuk pertama kalinya, Riska merasa lega. Semua ketakutannya hilang begitu saja, digantikan dengan perasaan hangat yang menyelimuti hatinya. Mereka tahu bahwa meskipun perasaan itu baru terungkap, perjalanan cinta mereka masih panjang, penuh dengan tantangan dan kebahagiaan yang harus mereka jalani bersama.

Dari malam itu, Tejo dan Riska mulai menjalin hubungan yang lebih dari sekadar teman. Mereka menikmati setiap momen bersama, berbagi tawa, cerita, dan impian mereka tentang masa depan. Cinta yang tertunda akhirnya berkembang menjadi sebuah kisah yang indah, mengajarkan mereka bahwa kadang-kadang, untuk menemukan cinta sejati, kita hanya perlu berani mengungkapkan apa yang ada di hati.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Cemara

Dimana Ada Nenek Kakek,Disitulah Ada kebahagiaan